Allah berfirman,”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” -QS. Al-Isra’:36-

Senin, 16 Januari 2012

MENUMBUHKAN KEBIASAAN INTELEKTUAL DALAM DUNIA KEMAHASISWAAN (MELAHIRKAN MUSA-MUSA BARU DI NEGERI INI)

“…Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata,”kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.” (QS. 3:7)








PENDAHULUAN

Harapan awal sejak dulu bahwasannya mahasiswa di gadang-gadang menjadi kaum intelektual, sebuah tatanan bagian masyarakat yang berilmu. Artinya setiap gerak dan diamnya berdasarkan ilmu.
Di Indonesia, mahasiswa digolongkan menjadi bagian masyarakat yang teristimewa. Hal ini dikarenakan tidak semua lulusan SMA/SMK/MA bisa melanjutkan di perguruan tinggi.
Namun dari keistimewaan itu, kaum intelektual yang diharapkan perannya malah terperosok pada permasalahan ‘taqlid’ atau mengikuti sesuatu tanpa dasar (anut-anutan-jawa). Menjadi ketimpangan sosial, yang seharusnya kaum intelektual mahasiswa menjadi Agen of change, malah menjadi Agen of syaithan.

ANTARA TAQLID dan ITTIBA’

Muqallid (orang yang taklid) berasal dari kata ‘taqlid’ yaitu mengikuti secara membabi buta, tuli tanpa ilmu pengetahuan. Mengikuti sesuatu faham, idiologi atau beramal dan beraktifitas tanpa mengetahui dasar ilmunya. Dalam istilah jawa di sebut ‘anut-anutan’.
Allah berfirman,”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’:36)
Agama islam mengajarkan penganutnya untuk menjadi orang yang pandai. Orang islam diperintahkan untuk mencari ilmu agar tindak tanduknya mempunyai dasar ilmu yang benar.
Imam Syafi’i mengatakan,”setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah dan mengikutinya. Adapun pendapat yang aku katakana atau sesuatu yang aku katakana itu berasal dariRasulullah tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku.” (di ambil dari Kitab Tarikh Damsyiq, karya ibnu Asakir. XV/1/3)
Seharusnya, kaum intelektual mahsiswa mencontoh imam Syafi’i. imam Syafi’I berani mengatakan pendapatnya salah dan melarang mengikuti pendapatnya jika pendapatnya bertentangan dengan sabda Nabi Muhammad SAW.
Adapun Muttabi’ (orang yang mengikuti) berasal dari kata ittiba’, yaitu mengikuti seseorang dengan ilmu pengetahuan. Dan muttabi’ artinya orang yang mengikuti sesuatu berdasarkan dalil. Muttabi’ adalah lawan dari pada muqallid.
Imam Malik bin Anas (salah satu Imam Madzhab) mengatakan,”saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, ambilah dan bila tidak sesuai Al-Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah.”
Imam Malik memberikan pembelajaran untuk kaum intelektual mahasiswa ketika mengambil sebuah pemikiran, idiologi maupun life style maka telitilah terlebih dahulu dengan ilmu. Jika tidak sesuai Al-Qur’an dan Sunnah maka tinggalkanlah.

PENUTUP

Sudah menjadi keharusan bahwasannya kaum intelektual mahasiswa mempunyai semangat mencari ilmu untuk menambah pengetahuannya. Jangan sampai kaum intelektual mahasiswa menjadi keledai penarik gerbong kekuasaan-kekuasaan syaithan dari jenis jin maupun manusia. Kaum intelektual mahasiswa harus istiqomah konsisten pada jalur keilmuan yang berdasarkan Al-Qur’am dan Sunnah. Kaum intelektual mahasiswa harus menghindari sikap mengambil pendapat dari katanya si fulan atau katanya nenek moyangnya. Mahasiswa harus meneliti apakah benar pendapat nenek moyang tersebut.
Kaum intelektual mahasiswa harus menjadi Agen Of Change seperti Nabi Musa memimpin kaumnya melawan rezim kediktatoran pemerintahan Fir’aun. Musa menggunakan intelektualnya dengan pertolongan Allah mampu mengalahkan Fir’aun, walaupun jumlah pendukung Musa hanya sedikit.
Allah berfirman,”(yaitu) ketika orang-orang yang di ikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, danmereka melihat siksa ; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS. 2:166)
Semoga lahirlah Musa-Musa baru di negeri ini !

Billahi fii Sabilil haq, Fastabiqul khoirot
Penulis,

Eko Pamiyanto ul haq
Ketum IMM Blora

Tidak ada komentar:

Posting Komentar